Dalam krisis financial dunia seperti saat ini banyak negara-negara mencoba untuk survive. Ada berbagai cara survive dalam krisis ekonomi seperti salah satunya mencari dana pinjaman kepada International Monetary Fund ( IMF ).
International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara serta Pinjaman IMF diberikan agar negara yang mengalami kesulitan neraca pembayarannya dapat memulihkan kembali cadangan internasionalnya, menjaga stabilitas mata uang, dan dapat membiayai impor yang dibutuhkan. Serta membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Latar Belakang Lembaga ini berawal ketika PBB mensponsori Konferensi Keuangan dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF berlaku mulai 27 Desember 1945, dan organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei 1946, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan memulai operasi finansial pada 1 Maret 1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
Untuk negara besar dan pada tahap menengah dari pembangunan ekonomi, nyaris tidak ada cerita keberhasilan dari program IMF. Bahkan banyak dari pasien IMF hanya sembuh sementara, untuk kemudian krisis kambuh kembali sehingga menjadi pasien IMF kambuhan (repeated patients). Banyak contoh kasus di Amerika Latin dan Afrika bagaimana obat IMF hanyalah obat generik yang tingkat efektivitasnya sangat rendah.
Indonesia mempunyai pengalaman yang buruk ketika meminjam bantuan kepada IMF. Sadar atau tidak sadar, upaya mengundang IMF telah mendorong kehancuran ekonomi Indonesia ke jurang krisis yang lebih dalam. Krisis ekonomi 1997/1998 merupakan krisis paling buruk dalam sejarah ekonomi Indonesia. Memang harus diakui bahwa banyak sekali kelemahan internal bangsa Indonesia, sebelum dan sesudah krisis. Sebagai bangsa, Indonesia tidak memiliki pilihan lain kecuali harus melakukan koreksi dan harus lebih keras terhadap diri sendiri. Tetapi, kelemahan internal bangsa Indonesia tersebut berubah menjadi malapetaka dengan adanya salah diagnosa dan salah obat oleh IMF. Sebetulnya sudah banyak kalangan akademik di Amerika yang melakukan kritik terhadap efektivitas program IMF, misalnya Prof Alan Meltzer dari Universitas Carnegie Mellon, Prof John B Taylor dari Universitas Stanford, Prof Krugman dari IMT, Prof Jeffrey Sachs dari Columbia University, dan mantan Wakil President Bank Dunia & pemenang Nobel Ekonomi tahun 2001 Prof Joseph Stiglitz. Mereka mengkritik rendahnya efektivitas program IMF, terutama di negara berkembang.Kegagalan program IMF terutama disebabkan oleh faktor sebagai berikut:
Pertama, diagnosa dan obat IMF nyaris sama (generik) untuk seluruh kasus di seluruh dunia berdasarkan pendekatan financial programming yang sederhana. Padahal, masing-masing negara memiliki struktur ekonomi dan kompleksitas masalah yang berbeda.
Kedua, pendekatan program IMF terutama berdasarkan pada penambahan beban utang untuk mendukung posisi neraca pembayaran. "Perbaikan" neraca pembayaran dengan penambahan utang hanyalah perbaikan yang bersifat semu, tidak riil, karena bukan hasil peningkatan aliran modal swasta maupun peningkatan ekspor neto. Pinjaman IMF hanya meningkatkan cadangan devisa bruto (gross reserves), tetapi sama sekali tidak meningkatkan cadangan devisa neto (net reserves). Dengan kata lain, Indonesia mengalami loss opportunity karena terus-menerus melakukan pinjaman untuk menggelembungkan neraca pembayaran.
Dalam kasus Indonesia, misalnya, prestasi IMF paling besar adalah peningkatan beban utang Indonesia (dalam dan luar negeri) menjadi dua kalinya selama lima tahun program IMF. Pola yang sama berlaku dengan banyak negara di Amerika Latin. Tidak aneh jika di sebagian kecil negara, di mana program IMF berhasil menciptakan stabilitas finansial, stabilitas tersebut bersifat temporer karena didukung peningkatan beban utang. Dalam kasus Indonesia, misalnya, tambahan beban utang dalam dan luar negeri akibat program IMF meningkat menjadi dua kalinya. IMF telah meninggalkan bom waktu dalam bentuk kewajiban utang dalam negeri yang meningkat dari nol rupiah menjadi Rp 650 triliun.
IMF juga sering memaksakan prasyarat (conditionalities) yang berlebihan yang sering tidak terkait langsung dengan upaya untuk melakukan stabilisasi moneter dan finansial. Menurut Stiglitz, "IMF memaksakan terlalu banyak prasyarat (conditionalities), sebagian di antaranya bersifat politis dan sering masuk dalam wilayah mikro-ekonomi, yang berada di luar mandat dan kompetensi IMF (yang terbatas hanya pada bidang makro-ekonomi)." Akibat prasyarat yang berlebihan tersebut, program IMF tidak memiliki fokus dan justru kehilangan prioritas dalam penanganan krisis.
Ketiga, program IMF mencakup bidang di luar kemampuan profesional dan kompetensi utama staf IMF. Kompetensi utama IMF adalah bidang makro-ekonomi dan moneter. Mayoritas staf IMF adalah Phd dalam bidang makro-ekonomi dan moneter. Tetapi, prasyarat dan rekomendasi kebijakan IMF dalam berbagai letter of intent lebih banyak mencakup bidang di luar moneter dan makro-ekonomi, seperti perbankan, pertanian, corporate restructuring, industri, dan sebagainya yang berada di luar kemampuan profesional mayoritas staf IMF. Dengan demikian, tidak aneh rekomendasi IMF dalam bidang perbankan, misalnya, sering justru tidak mampu untuk menyehatkan sektor perbankan. Misalnya, rekomendasi IMF untuk menutup 16 bank pada November 1997, tanpa persiapan yang memadai, justru menciptakan destabilisasi finansial dan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional serta mendorong kebangkrutan sebagian besar bank di Indonesia.
Dalam kasus perbankan, IMF yang diundang untuk melakukan stabilisasi ternyata justru melakukan destabilisasi di sektor perbankan. Berbagai salah diagnosa dan salah obat IMF tersebut telah mendorong ekonomi Indonesia mengalami hard landing, kebangkrutan massal dan terjadi belasan juta PHK. Pada tahun 1998, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan minus 13 %, terburuk sepanjang sejarah ekonomi Indonesia.
Jika Indonesia memilih meninggalkan IMF, maka Ukraina, Islandia dan Hungaria justru akan segera menjadi pasien IMF. Negara-negara itu berharap utangan dari IMF bisa membantu mereka keluar dari krisis. IMF sebelumnya mengungkapkan telah melakukan pembicaraan dengan 5 negara untuk paket bantuan menghadapi krisis yakni dengan Hungaria, Islandia, Pakistan, Ukraina dan Belarusia. lembaga donor itu secara resmi mengumumkan telah mencapai kesepakatan pinjaman US$ 16,5 miliar dengan Ukraina.
Paket bantuan seperti yang pernah diterima Indonesia itu, akan digunakan untuk membantu negara tersebut menjaga tingkat pertumbuhannya dan stabilitas finansial.
Pinjaman itu masih harus mendapatkan persetujuan dari manajemen IMF dan Dewan Eksekutif, serta persetujuan dari legislasi di Ukraina.
"Ukraina telah mengembangkan paket kebijakan yang komperehensif, didesain untuk membantu negara tersebut memenuhi neraca pembayaran yang dibutuhkan akibat kolapsnya harga baja, gejolak pasar finansil global dan berhubungan dengan kesulitan sistem finansial Ukraina," demikian Managing Director IMF, Dominique Strauss-Kahn.IMF juga mengumumkan bahwa para stafnya telah mencapai kesepakatan dengan Islandia untuk paket bantuan senilai US$ 2,1 miliar.
"Misi staf IMF dan pemerintah Islandia hari ini telah mencapai kesepakatan untuk sebuah persetejuan referendum program bentuan ekonomi senesar SDR 1,4 miliar atau sekitar US$ 1,2 miliar," demikian pernyataan dari IMF.
Paket bantuan itu juga harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Eksekutif IMF pada November. Islandia selanjutnya dapat segera menarik SDR 560 juta atau sekitar US$ 833 juta setelah persetujuan keluar.
Sementara seperti dikutip dari AFP, Strauss-Kahn mengumumkan bahwa IMF telah mencapai kesepakatan bantuan untuk Hungaria, yang akan segera diumumkan dalam beberapa hari terakhir. Belum diketahui berapa paket bantuan yang dibutuhkan Hungaria.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asian Europe Meeting (ASEM) yang berlangsung di Beijing akhir pekan lalu meminta IMF untuk lebih berperan aktif dalam mengatasi krisis finansial dunia.
"Para pemimpin sepakat bahwa IMF harus memainkan peran penting dalam membantu negara-negara yang terkena dampak serius dari krisis melalui permintaan mereka," demikian pernyataan bersama ASEM.
Saya sebagai penulis blog ini sangat takut apabila para peminjam dana seperti Ukraina, Islandia dan Hungaria mengalami nasib serupa seperti Indonesia yang mengalami kehancuran ketika meminjam dana kepada IMF. IMF akan berusaha melakukan intervensi kebijakan ekonomi negara peminjam tersebut. Saya hanya berharap perkiraan ini salah. Bagaimana menurut anda tentang IMF?
International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara serta Pinjaman IMF diberikan agar negara yang mengalami kesulitan neraca pembayarannya dapat memulihkan kembali cadangan internasionalnya, menjaga stabilitas mata uang, dan dapat membiayai impor yang dibutuhkan. Serta membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Latar Belakang Lembaga ini berawal ketika PBB mensponsori Konferensi Keuangan dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF berlaku mulai 27 Desember 1945, dan organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei 1946, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan memulai operasi finansial pada 1 Maret 1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
Untuk negara besar dan pada tahap menengah dari pembangunan ekonomi, nyaris tidak ada cerita keberhasilan dari program IMF. Bahkan banyak dari pasien IMF hanya sembuh sementara, untuk kemudian krisis kambuh kembali sehingga menjadi pasien IMF kambuhan (repeated patients). Banyak contoh kasus di Amerika Latin dan Afrika bagaimana obat IMF hanyalah obat generik yang tingkat efektivitasnya sangat rendah.
Indonesia mempunyai pengalaman yang buruk ketika meminjam bantuan kepada IMF. Sadar atau tidak sadar, upaya mengundang IMF telah mendorong kehancuran ekonomi Indonesia ke jurang krisis yang lebih dalam. Krisis ekonomi 1997/1998 merupakan krisis paling buruk dalam sejarah ekonomi Indonesia. Memang harus diakui bahwa banyak sekali kelemahan internal bangsa Indonesia, sebelum dan sesudah krisis. Sebagai bangsa, Indonesia tidak memiliki pilihan lain kecuali harus melakukan koreksi dan harus lebih keras terhadap diri sendiri. Tetapi, kelemahan internal bangsa Indonesia tersebut berubah menjadi malapetaka dengan adanya salah diagnosa dan salah obat oleh IMF. Sebetulnya sudah banyak kalangan akademik di Amerika yang melakukan kritik terhadap efektivitas program IMF, misalnya Prof Alan Meltzer dari Universitas Carnegie Mellon, Prof John B Taylor dari Universitas Stanford, Prof Krugman dari IMT, Prof Jeffrey Sachs dari Columbia University, dan mantan Wakil President Bank Dunia & pemenang Nobel Ekonomi tahun 2001 Prof Joseph Stiglitz. Mereka mengkritik rendahnya efektivitas program IMF, terutama di negara berkembang.Kegagalan program IMF terutama disebabkan oleh faktor sebagai berikut:
Pertama, diagnosa dan obat IMF nyaris sama (generik) untuk seluruh kasus di seluruh dunia berdasarkan pendekatan financial programming yang sederhana. Padahal, masing-masing negara memiliki struktur ekonomi dan kompleksitas masalah yang berbeda.
Kedua, pendekatan program IMF terutama berdasarkan pada penambahan beban utang untuk mendukung posisi neraca pembayaran. "Perbaikan" neraca pembayaran dengan penambahan utang hanyalah perbaikan yang bersifat semu, tidak riil, karena bukan hasil peningkatan aliran modal swasta maupun peningkatan ekspor neto. Pinjaman IMF hanya meningkatkan cadangan devisa bruto (gross reserves), tetapi sama sekali tidak meningkatkan cadangan devisa neto (net reserves). Dengan kata lain, Indonesia mengalami loss opportunity karena terus-menerus melakukan pinjaman untuk menggelembungkan neraca pembayaran.
Dalam kasus Indonesia, misalnya, prestasi IMF paling besar adalah peningkatan beban utang Indonesia (dalam dan luar negeri) menjadi dua kalinya selama lima tahun program IMF. Pola yang sama berlaku dengan banyak negara di Amerika Latin. Tidak aneh jika di sebagian kecil negara, di mana program IMF berhasil menciptakan stabilitas finansial, stabilitas tersebut bersifat temporer karena didukung peningkatan beban utang. Dalam kasus Indonesia, misalnya, tambahan beban utang dalam dan luar negeri akibat program IMF meningkat menjadi dua kalinya. IMF telah meninggalkan bom waktu dalam bentuk kewajiban utang dalam negeri yang meningkat dari nol rupiah menjadi Rp 650 triliun.
IMF juga sering memaksakan prasyarat (conditionalities) yang berlebihan yang sering tidak terkait langsung dengan upaya untuk melakukan stabilisasi moneter dan finansial. Menurut Stiglitz, "IMF memaksakan terlalu banyak prasyarat (conditionalities), sebagian di antaranya bersifat politis dan sering masuk dalam wilayah mikro-ekonomi, yang berada di luar mandat dan kompetensi IMF (yang terbatas hanya pada bidang makro-ekonomi)." Akibat prasyarat yang berlebihan tersebut, program IMF tidak memiliki fokus dan justru kehilangan prioritas dalam penanganan krisis.
Ketiga, program IMF mencakup bidang di luar kemampuan profesional dan kompetensi utama staf IMF. Kompetensi utama IMF adalah bidang makro-ekonomi dan moneter. Mayoritas staf IMF adalah Phd dalam bidang makro-ekonomi dan moneter. Tetapi, prasyarat dan rekomendasi kebijakan IMF dalam berbagai letter of intent lebih banyak mencakup bidang di luar moneter dan makro-ekonomi, seperti perbankan, pertanian, corporate restructuring, industri, dan sebagainya yang berada di luar kemampuan profesional mayoritas staf IMF. Dengan demikian, tidak aneh rekomendasi IMF dalam bidang perbankan, misalnya, sering justru tidak mampu untuk menyehatkan sektor perbankan. Misalnya, rekomendasi IMF untuk menutup 16 bank pada November 1997, tanpa persiapan yang memadai, justru menciptakan destabilisasi finansial dan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional serta mendorong kebangkrutan sebagian besar bank di Indonesia.
Dalam kasus perbankan, IMF yang diundang untuk melakukan stabilisasi ternyata justru melakukan destabilisasi di sektor perbankan. Berbagai salah diagnosa dan salah obat IMF tersebut telah mendorong ekonomi Indonesia mengalami hard landing, kebangkrutan massal dan terjadi belasan juta PHK. Pada tahun 1998, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan minus 13 %, terburuk sepanjang sejarah ekonomi Indonesia.
Jika Indonesia memilih meninggalkan IMF, maka Ukraina, Islandia dan Hungaria justru akan segera menjadi pasien IMF. Negara-negara itu berharap utangan dari IMF bisa membantu mereka keluar dari krisis. IMF sebelumnya mengungkapkan telah melakukan pembicaraan dengan 5 negara untuk paket bantuan menghadapi krisis yakni dengan Hungaria, Islandia, Pakistan, Ukraina dan Belarusia. lembaga donor itu secara resmi mengumumkan telah mencapai kesepakatan pinjaman US$ 16,5 miliar dengan Ukraina.
Paket bantuan seperti yang pernah diterima Indonesia itu, akan digunakan untuk membantu negara tersebut menjaga tingkat pertumbuhannya dan stabilitas finansial.
Pinjaman itu masih harus mendapatkan persetujuan dari manajemen IMF dan Dewan Eksekutif, serta persetujuan dari legislasi di Ukraina.
"Ukraina telah mengembangkan paket kebijakan yang komperehensif, didesain untuk membantu negara tersebut memenuhi neraca pembayaran yang dibutuhkan akibat kolapsnya harga baja, gejolak pasar finansil global dan berhubungan dengan kesulitan sistem finansial Ukraina," demikian Managing Director IMF, Dominique Strauss-Kahn.IMF juga mengumumkan bahwa para stafnya telah mencapai kesepakatan dengan Islandia untuk paket bantuan senilai US$ 2,1 miliar.
"Misi staf IMF dan pemerintah Islandia hari ini telah mencapai kesepakatan untuk sebuah persetejuan referendum program bentuan ekonomi senesar SDR 1,4 miliar atau sekitar US$ 1,2 miliar," demikian pernyataan dari IMF.
Paket bantuan itu juga harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Eksekutif IMF pada November. Islandia selanjutnya dapat segera menarik SDR 560 juta atau sekitar US$ 833 juta setelah persetujuan keluar.
Sementara seperti dikutip dari AFP, Strauss-Kahn mengumumkan bahwa IMF telah mencapai kesepakatan bantuan untuk Hungaria, yang akan segera diumumkan dalam beberapa hari terakhir. Belum diketahui berapa paket bantuan yang dibutuhkan Hungaria.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asian Europe Meeting (ASEM) yang berlangsung di Beijing akhir pekan lalu meminta IMF untuk lebih berperan aktif dalam mengatasi krisis finansial dunia.
"Para pemimpin sepakat bahwa IMF harus memainkan peran penting dalam membantu negara-negara yang terkena dampak serius dari krisis melalui permintaan mereka," demikian pernyataan bersama ASEM.
Saya sebagai penulis blog ini sangat takut apabila para peminjam dana seperti Ukraina, Islandia dan Hungaria mengalami nasib serupa seperti Indonesia yang mengalami kehancuran ketika meminjam dana kepada IMF. IMF akan berusaha melakukan intervensi kebijakan ekonomi negara peminjam tersebut. Saya hanya berharap perkiraan ini salah. Bagaimana menurut anda tentang IMF?
0 komentar:
Posting Komentar